Minggu, 15 Nopember 2015 Citra Loka Hall kampus STT STIKMA Internasional penuh pengunjung. Mereka adalah peserta Bedah Komik Kidung Malam dan Workshop ‘Bikin Naskah Komik Tidak Harus Bisa Menggambar’ yang diselenggarakan oleh Ikatan Alumni STT STIKMA Internasional (IASSI). Workshop ini bertujuan untuk melatih peserta yang ingin belajar membuat cerita untuk kemudian dijadikan storyboard komik.
Mengerjakan karya hingga selesai adalah salah satu fokus besar dalam pengerjaan sebuah karya komik. Sebelum akhirnya komik tersebut dipublikasikan melalui penerbit major, atau jalur independen. Aji Prasetyo, komikus senior Malang dan Komunitas Tukang Tutur yang menjadi pemateri berbagi wawasan tentang komik dengan peserta workshop.
“Kalau tidak bisa menggambar bagus, buatlah cerita atau naskah yang bagus,” kata Aji Prasetyo. Naskah yang dimaksud Aji adalah storyboard. Menurutnya, saat ini banyak pembuat cerita yang bagus tapi tidak bisa menggambar. Di sisi lain juga banyak yang pandai menggambar namun tidak bisa membuat cerita bagus.
“Padahal prosesnya bisa dipermudah. Kerjasama dengan orang-orang yang tepat di bidangnya,” sambung Aji di hadapan 72 peserta workshop. Diharapkan penulis cerita mampu membuat storyboard yang mudah dipahami oleh penggambar.
Haris Haryono, S.Pd Kepala program studi Komputer Multimedia STT STIKMA Internasional menyampaikan hal senada di kesempatan sebelumnya. Menurutnya, para komikus muda Indonesia memiliki kemampuan bagus untuk membuat alur cerita atau skill menggambar. “Karena komik memang harus terbangun dari dua unsur tersebut (naskah & gambar yang bagus). Tidak harus kita pakai cara-cara tradisional seperti komikus-komikus jaman dulu yang membuat alur ceritanya sendiri, juga gambarnya sendiri,” imbuhnya.
Salah satu contoh kolaborasi illustrator hebat Albert Uderzo dan penulis brilian René Goscinny adalah Komik Eropa ‘Asterix’. Saat ini, Asterix sudah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa di dunia.
Semangat kolaborasi inilah yang juga ditekankan punggawa Tukang Tutur. Dalam sesi bedah komik Kidung Malam, Prasetyo Nugroho salah satu alumni STT STIKMA Internasional dan Agung WP menjelaskan tentang proses selesainya cerita Gilinggeni. Agung berperan sebagai inker (peninta), sisanya dikerjakan oleh Prasetyo. “Di jaman sosmed, kolaborasi tidak harus bertatap muka. Kalian bisa memanfaatkan koneksi internet,” tegas Prasetyo kepada peserta.
Gaya komik strip dari Momon, anggota Tukang Tutur lain lebih mengangkat hal-hal sederhana dalam keseharian. Aji Prasetyo juga menjelaskan begitu banyak peluang di bidang komik, baik dari sisi cerita yang diangkat, visualisasi sejarah, hingga pendekatan dengan pihak penerbit.
Dalam sesi workshop, peserta diberi 3 storyline singkat yang berbeda judul. Kemudian dikembangkan menjadi sebuah gambar menurut pemahaman masing-masing dengan bimbingan anggota Tukang Tutur. Peserta juga diajari bagaimana membuat panel gambar, balon kata, hingga dramatisasi cerita.
Selanjutnya di sesi review, karya peserta dipilih secara acak untuk diparesiasi “Meski yang kita ambil secar acak, ternyata ada saja hal-hal yang layak diapresiasi. Kesimpulannya kalian cukup mampu untuk menangkap apa yang kita sampaikan dalam waktu yang singkat ini,” pungkas Aji.
Selain acara bedah komik Kidung Malam dan Workshop Storyboard, peserta diperkenalkan jenis mainan kreatif baru dari Komunitas Jenga. Tiga komedian dari Mlumah (Malang Lucu Mahasiswa) membuat Citra Loka semakin riuh dengan guyonan gaya ‘Ludurukan’ mereka yang khas. Na&Wa